Beritaantara.com,- Malang. Bonus demografi bangsa ini membuat letupan generasi usia produktif yang menyebar di negeri tercinta ini.
Muda dan milenial tak berarti hura-hura, ketawa-ketiwi, penuh kepura-puraan media sosial. Anak muda pun jangan terlalu cepat dituding tak memiliki rasa kohesi sosial, minim empati, bahkan kurang melek Pacasila dan cenderung mengalami penipisan nasionalisme.
Menurut Didik Supriyanto, dari total penduduk Indonesia, generasi milenial diprediksi pada tahun 2020 akan mencapai angka 50 persen. Tidak saja secara bisnis, secara politik pun segmen ini mendadak menjadi segmen yang sangat menggiurkan.
Didik menambahkan Puncak dari era bonus demografi ini akan dicapai ketika jumlah penduduk usia produktif berada pada angka 70% dari jumlah penduduk total yang menurut proyeksi BPS dicapai antara rentang tahun 2025-2030.
“Mulai saat ini partai politik harus pintar membuatkan panggung aktualisasi ekpresi generasi ini jika ingin survave di masa mendatang” tandas Didik yang juga bendahara DPC partai Gerindra kota Malang ini.
Nah, dengan karakteristiknya yang berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya, tentu butuh pendekatan tersendiri untuk mendapatkan perhatian dan keterlibatan generasi milenial.
Kita mengenal PYD (positive youth development) di mana anak muda dipandang sebagai sumber daya dengan kekuatan dan kapasitas unik untuk dikembangkan, dan bukannya sebagai masalah yang harus diatasi.
“Di sinilah kita di tuntut punya jiwa leandership yang bisa memahami karakternya, untuk bisa mengcreat mereka” Pungkas pria yang juga ketua PD Gerakan Muslim Indonesia Raya (GEMIRA) Jawa Timur ini.