Sistem ekonomi Islam dibangun di atas pondasi akidah Islam. Ini adalah akidah yang haq karena berasal dari Allah yang dibawa kepada umat manusia melalui Muhammad Rasulullah saw. Akidah Islam merupakan akidah yang memuaskan akal, menenteramkan jiwa, dan sesuai dengan fitrah manusia. Karenanya, peraturan yang terpancar dari akidah Islam, seperti sistem ekonomi Islam, memiliki karakter yang khas dan manusiawi.
Dalam konteks individu, kegiatan ekonomi dilandasi oleh nilai-nilai ibadah. Bukan materi yang menjadi orientasi (profit oriented), tetapi keridhaan Allah. Mencari materi merupakan perkara mubah dan menjadi wajib bagi seseorang yang menjadi penanggungjawab nafkah dalam keluarga. Mencari nafkah tentu tidak dengan menghalalkan segala cara melainkan harus terikat dengan hukum syariah.
Dalam konteks negara, kegiatan ekonomi merupakan salah satu wujud pengaturan dan pelayanan urusan rakyat. Inilah tugas umum negara. Untuk merealisasikannya, negara menerapkan syariah Islam baik dalam urusan ekonomi di dalam negeri maupun di luar negeri.
Negara menerapkan hukum-hukum Allah sebagai koridor kegiatan ekonomi dan bisnis untuk mencegah aktivitas ekonomi yang zalim, eksploitatif, tidak transparan, dan menyengsarakan umat manusia. Negara menerapkan politik ekonomi agar warga dapat hidup secara layak sebagai manusia menurut standar Islam. Negara juga menjalin hubungan secara global dan memberikan pertolongan agar umat manusia di seluruh dunia melihat dan merasakan keadilan sistem Islam.
Islam memiliki metode untuk membalikkan posisi krisis seperti yang dialami dunia saat ini menjadi sejahtera. Metode tersebut tentu dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam pola hubungan ekonomi global melalui Khilafah Islamiyah.
Menerapkan Mata Uang Berbasis Emas dan Perak
Pengalaman moneter dunia menunjukkan mata uang kertas (fiat money) bersifat labil dan selalu kehilangan nilai akibat inflasi. Selembar kertas rupiah dengan selembar kertas dolar AS memiliki nilai tukar yang sangat jauh berbeda. Padahal secara fisik nilai instrinsiknya kurang lebih sama. Daya beli selembar rupiah dengan nominal 1.000 pada hari ini juga lebih rendah dibandingkan dengan satu tahun lalu atau sepuluh tahun sebelumnya.
Akibatnya, seseorang yang memegang dan menyimpan uang kertas sangat riskan mengalami kehilangan nilai kekayaan riilnya. Negara yang mata uangnya lemah dibandingkan mata uang kuat negara lain, nilai kekayaannya dalam mata uang asing cenderung merosot, sedangkan hutang luar negerinya membengkak dalam mata uang lokal. Akhirnya, sebuah negara dan masyarakatnya dapat dimiskinkan dalam sekejap hanya dengan menjatuhkan nilai tukar mata uangnya, sebagaimana pengalaman krisis moneter yang menimpa Indonesia pada tahun 1997/1998.
Mata uang berbasis emas dan perak (dinar dan dirham) adalah mata uang negara Khilafah yang memiliki sifat universal. Dominasi dolar AS ataupun mata uang kuat (hard currency) lainnya atas transaksi ekonomi dunia merupakan salah satu metode penjajahan Kapitalisme atas masyarakat dunia yang harus dihentikan dengan mata uang dinar dan dirham.
Bagaimana mungkin untuk mendapatkan uang kertas dolar Indonesia harus menyerahkan sumberdaya alamnya, bekerja keras menghasilkan produk-produk ekspor, bahkan disertai dengan penyerahan kedaulatan negara. Sebaliknya, untuk mendapatkan dolar yang sama, AS dengan mudah mencetaknya sendiri. Padahal biaya cetak setiap satu dolar AS hanya satu sen dan AS mendapat untung 99 sen.
Mata uang dinar dan dirham menjamin kebebasan setiap negara dan penduduk dunia untuk melakukan transaksi ekonomi dan perdagangan tanpa harus takut mengalami gejolak kurs, kehilangan kekayaan, ataupun mengalami penjajahan moneter. Dengan demikian, keberadaan mata uang ini sebagai alat tukar internasional menjadi salah satu syarat bagi terwujudnya kesejahteraan dunia.
Memajukan Sektor Riil
Ekonomi Islam adalah perekonomian yang berbasis sektor riil (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 275). Tidak ada dikotomi sektor riil dengan sektor moneter. Sebab, sektor moneter dalam Islam bukan seperti sektor moneter kapitalis yang isinya sektor maya (virtual sector).
Islam memandang kegiatan ekonomi hanya terdapat dalam sektor riil seperti pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Dari sektor inilah kegiatan ekonomi didorong untuk berkembang maju. Hanya saja, hukum-hukum tentang kepemilikan, produk (barang/jasa), dan transaksi dalam perekonomian Islam berbeda dengan perekonomian kapitalis.
Individu dibolehkan memperoleh kepemilikan sesuai dengan karakter harta yang memang dapat dimiliki oleh individu. Hal ini merupakan pengakuan Islam akan fitrah manusia untuk mempertahankan hidupnya. Bahkan Muslim yang meninggal karena mempertahankan hartanya secara haq adalah mati syahid.
Kepemilikan individu dibatasi oleh kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Individu tidak boleh memiliki harta yang terkategori harta milik negara dan harta milik umum. Tanpa aturan kepemilikan Islam, pertumbuhan di sektor riil tidak memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan seluruh masyarakat secara adil. Sebab, peningkatan hasil-hasil ekonomi dan penguasaan sumberdaya terkonsentrasi di tangan pemilik modal. Sebaliknya, semakin digenjot pertumbuhan ekonomi, eksploitasi terhadap masyarakat dan sumberdaya alam semakin besar.
Ketimpangan dan masalah distribusi kekayaan merupakan penyakit kronis ekonomi kapitalis. Menurut Human Development Report 2007, 20% penduduk paling kaya menghasilkan 3/4 pendapatan dunia, sedangkan 40% penduduk paling miskin hanya menghasilkan 5% pendapatan dunia. Lebih dari 20% penduduk dunia hidup di bawah garis kemiskinan dengan standar US$ 1,25 perhari (Globalissues.org, “Poverty Facts and Stats.”). Dalam laporan FAO, pada 2009 diprediksi dari 6,5 miliar penduduk dunia 963 juta di antaranya kelaparan (Kompas, 10/12/2008). Tahun lalu 31,5 juta rakyat Amerika hidup dengan bantuan kupon makan dari pemerintah (allheadlinenews.com, 18/12/2008).
Tidak adanya aturan kepemilikan umum dalam perekonomian kapitalis menyebabkan negara menjadi mandul. Sumberdaya ekonomi dan pelayanan publik—yang karakteristiknya tidak bisa dimiliki individu dan seharusnya menjadi milik bersama—oleh negara diserahkan kepada swasta dan investor asing. Akibatnya, rakyat harus membayar mahal untuk mendapatkan layanan publik dan barang-barang yang dihasilkan dari sumberdaya alam.
Pada saat Pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk membiayai APBN secara layak dan terjebak hutang, swasta dan investor asing justru memperoleh pendapatan tinggi dari sektor-sektor ekonomi yang seharusnya dimiliki bersama oleh masyarakat. Misalnya, korporasi AS Exxon Mobil yang bergerak di sektor pertambangan minyak dan gas, pada tahun 2007 memiliki penghasilan lebih dari 3 kali lipat APBN Indonesia 2009. Keuntungan bersih Exxon Mobil naik dari US$ 40,6 milyar pada tahun 2007 menjadi US$ 45,2 miliar tahun 2008 (Investorguide.com, “Exxon Mobil Company Profile.”).
Pergerakan sektor riil hingga saat ini hanya berkutat di tangan sekelompok kecil orang, khususnya Multinational Corporation (MNC). MNC memonopoli perekonomian di seluruh dunia dari hulu ke hilir sehingga aset sebuah MNC lebih besar daripada PDB sebuah negara. Dengan mendorong sektor riil dunia di bawah pola ekonomi Islam, setiap pertumbuhan di sektor riil diimbangi dengan distribusi kepemilikan yang adil sehingga masyarakat memiliki kebebasan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara dalam ekonomi. Dengan menutup sektor maya (sektor non riil) dari perekonomian akan lebih banyak modal dan lapangan kerja terbuka untuk masyarakat dunia.
Menciptakan Mekanisme Pasar Internasional yang Adil
Perdagangan global sewajarnya memiliki fungsi bagi setiap negara untuk mendapatkan manfaat pemenuhan kebutuhan nasional dan peningkatan kesejahteraan. Namun, tata perdagangan global saat ini berlangsung dengan sangat tidak adil. Negara-negara di dunia dipaksa membuka pasar mereka, mencabut segala rintangan dagang, sedangkan negara-negara maju menutup pasar mereka dengan berbagai aturan dagang yang dibuat-buat. Negara-negara maju memaksa negara lain mencabut subsidi di sektor pertanian dan industri, tetapi mereka sendiri melakukan subsidi besar-besaran.
Negara-negara di dunia dipaksa untuk menerapkan pasar bebas dan perdagangan bebas. Nyatanya, pasar bebas yang didengung-dengungkan Kapitalisme justru memasung dunia dalam penjajahan ekonomi. Tidak ada kebebasan bagi sebuah negara yang terjajah untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya melalui perdagangan internasional.
Sebagai contoh, pemerintah Afrika Selatan diseret ke pengadilan oleh korporasi farmasi Barat karena telah menerbitkan undang-undang yang mengizinkan impor obat-obatan generik dari Brazil untuk pengobatan di negara yang paling banyak penderita AIDS-nya. Brazil selaku produsen obat murah diadukan oleh AS ke WTO dengan tuduhan melanggar undang-undang hak paten.
Dalam Islam hubungan dagang dapat diberlakukan terhadap negara-negara lain jika secara politik negara tersebut terikat perjanjian damai dengan negara Khilafah. Hubungan dagang internasional tidak dilakukan atas motif keserakahan menguasai perekonomian luar negeri, melainkan untuk mendapatkan manfaat dari pertukaran, baik dari sisi kebutuhan akan suatu komoditas maupun dari keuntungan ekonomi.
Mekanisme pasar dalam Islam tidak mengharamkan adanya intervensi negara, seperti subsidi dan penetapan komoditas yang boleh diekspor. Sebaliknya, negara tidak pernah melakukan intervensi dengan cara mematok harga. Harga dibiarkan berjalan sesuai dengan mekanisme supply dan demand. Untuk mempengaruhi harga, negara mengintervensi melalui mekanisme pasar. Negara juga tidak mengenakan cukai atas komoditas yang datang dari negara lain jika negara tersebut tidak memungut cukai atas komoditas yang dibawa warga negara Khilafah. Inilah pola hubungan dagang internasional yang adil dan tidak saling mengeksploitasi.
Mengemban Misi Kemanusiaan
Ekonomi Islam menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Di dalam negeri, Khilafah menjalankan politik ekonomi yang bertujuan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga negara. Khilafah juga mendorong warga dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya dalam batas-batas kemampuan yang mereka miliki.
Di luar negeri, Khilafah menjalankan politik dakwah dan jihad. Dalam kerangka dakwah dan kemanusiaan, Khilafah dapat menggunakan kekuatan ekonominya untuk menolong bangsa lain yang sedang ditimpa bencana. Sejarah mencatat, pada abad ke 18 Khilafah Turki Utsmani pernah mengirimkan bantuan pangan kepada Amerika pasca perang melawan Inggris. Khilafah juga pernah mengirimkan bantuan uang dan pangan untuk penduduk Irlandia yang terkena bencana kelaparan besar yang menewaskan lebih dari 1 juta orang. Apa yang dilakukan Khilafah Islamiyah pada masa lalu justru bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh Amerika saat ini. Amerika menghancurkan dan membunuh jutaan kaum Muslim di Irak dan Afganistan.
Penutup
Ekonomi Islam merupakan solusi bagi umat manusia untuk keluar dari krisis dan hidup sejahtera. Untuk itu, kita membutuhkan Khilafah Islamiyah sebagai institusi yang menerapkannya. [Hidayatullah Muttaqin, SE, MSI; Dosen Tetap Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin]