PASURUAN, BERITAANTARA.COM – Mantan kepala Desa Kertosari, Kecamatan Purwosari, Waluyo Utomo, dijebloskan ke tahanan Sekitar seminggu yang lalu Dengan Dugaan Melakukan pemalsuan Tanda Tangan Jual Beli Tanah Milik Mertuanya, Sementara ini Ia di titipkan di tahanan Mapolres Pasuruan.
Kasus ini mengembang sejak tahun 2017 lalu. Namun, Waluyo baru ditetapkan sebagai tersangka, sejak 2019. Dan baru Rabu (7/10) lalu, dia ditahan atas kasus dugaan pemalsuan surat yang melilitnya.
Menurut Kasatreskrim Polres Pasuruan, AKP Adrian Wimbarda, status tersangka sebenarnya sejak 2019 yang lalu. Namun, penahanan tersangka dilakukan pada Rabu, 7 Oktober 2020 oleh pihak Kejaksaan Pasuruan.
Kasatreskrim Polres Pasuruan, AKP Adrian Wimbarda menguraikan, penahanan tersangka sebenarnya dilakukan oleh pihak kejaksaan. Itu setelah pihaknya menyerahkan tahap dua, atas kasus dugaan pemalsuan surat yang dilakukan tersangka.
“Kami melakukan pelimpahan tahap dua ke kejaksaan, tertanggal 7 Oktober lalu. Oleh pihak kejaksaan, langsung dilakukan penahanan,” jelas Adrian.
Adrian menjelaskan, penahanan yang dilakukan tersangka, bermula dari dugaan pemalsuan tanda tangan akta jual beli (AJB) yang dilakukannya. Kasus itu dilaporkan korbannya, Samudi, warga Kertosari, Kecamatan Purwosari. Samudi pernah menjadi mertua Waluyo Utomo.
Kasus itu sendiri berawal dari kecurigaan sang pemilik tanah, Sambudi, atas status tanah miliknya di dusun Kademangan, Desa Kertosari, Kecamatan Purwosari.
“Bapak mulai curiga karena banyak orang-orang di sawah yang bilang tanah tersebut sudah laku. Karena enggak ngerasa menjual, Bapak ya terus saja menggarap sawah,” ungkap Zaenal.
Ketika itu, tersangka masih berstatus menantu dari korban. Sampai akhirnya, pembeli tanah tersebut, mendatangi Samudi, untuk mempertanyakan keberadaan tanah, sekitar 2016.
“Nah, saat pembeli itu datang, Samudi kaget. Karena ia merasa tidak menjual tanah tersebut,” urai Adrian.
Permasalahan menjadi gamblang setelah Abu Bakar datang ke rumah Sambudi. Abu Bakar ini mengaku sebagai pembeli tanah Sambudi. Karena merasa sama-sama benar, kedua orang ini pun sama-sama kaget.
“Abu Bakar sempat kaget, kenapa tanah yang sudah dibeli kok digarap pemiliknya lagi. Bapak juga kaget, karena Bapak enggak ngerasa menjualnya,” ujar Zaenal.
Setelah diusut, ternyata Waluyo lah yang menjual tanah tersebut pada 2014. Tanah tersebut laku Rp 600 juta dan sudah terbayarkan Rp 540 juta. Kala itu, Waluyo masih menjadi menantu Sambudi.
“Setelah mengetahui semuanya, keluarga Bapak rembukan dan diputuskan melaporkan Waluyo Utomo,” terangnya.
Dari situlah, pihak korban kemudian melakukan pelaporan, sekitar 2017. Laporan itu ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian dengan melakukan penelusuran. Hingga pada 2018, kasus tersebut naik status menjadi penyidikan.
Dalam penyidikan tersebut, petugas berhasil mengumpulkan bukti-bukti. Selain bukti dokumen juga ada saksi-saksi. Hingga Juli 2020 kemudian, pelimpahan tahan satu dilakukan ke kejaksaan.
Penahanan itu dibenarkan oleh Kasi Pidum Kejari Kabupaten Pasuruan, Robet. Ia menguraikan, penahanan itu dilakukan, untuk mempermudah proses pemeriksaan lanjutan kepada tersangka.
“Tersangka kami tahan,” simpulnya.
Belum ada konfirmasi dari tersangka atas kasus ini. Sementara itu, Camat Purwosari, Eka Wara menguraikan, kasus tersebut berlangsung saat tersangka masih menjabat kepala desa. Hanya saja, pihaknya tak mengetahui detail perkaranya.
Pihak kecamatan, tidak bisa memberikan pendampingan, karena kasus yang melilit tersangka, merupakan kasus hukum.
“Bukan hanya karena kepala desa. Tapi, kan kasusnya, kasus hukum bukan administrasi. Tidak ada pendampingan dari pihak kecamatan,” urainya.
Karena ulahnya itu, mau tak mau tersangka dijerat pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Ia terancam hukuman 5 tahun penjara. ( NADYA | PUTRA )