Jakarta, Pemerintah Indonesia baru saja menggelar upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta Timur, pada pag ini, Sabtu (1/10).
Dalam upacara tersebut, Pemerintah memberikan pernyataan politik perihal tragedi Gerakan 30 September 1965 (G30S) yang hingga kini masih dituduhkan pada PKI sebagai pelakunya.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dalam konferensi pers menyatakan bahwa ada beberapa aspek yang didapat Pemerintah melalui tim gabungan yang dibentuk khusus untuk membongkar dugaan kejahatan HAM pada 1965.
Menurut Wiranto, berdasarkan pendekatan yudisial dan kajian hukum pidana, kejadian G30S termasuk dalam the principles clear and present danger atau negara dapat dinyatakan dalam keadaan bahaya yang nyata dan memaksa.
“Maka tindakan terkait national security merupakan tindakan penyelamatan,” kata Wiranto di Monumen Pancasila Sakti, pada Sabtu (1/10).
Wiranto menjelaskan dengan adanya kondisi tersebut maka berlakulah adigium yang menyatakan “tindakan darurat untuk kondisi darurat (abnormal) yang dapat dibenarkan secara hukum dan tidak dapat dinilai dengan karakter hukum masa sekarang.
Selain itu, tim gabungan yang terdiri atas unsur Kejaksaan Agung, Komnas HAM, TNI/Polri, para pakar hukum, dan masukan masyarakat tersebut juga menemui hambatan yuridis menyangkut soal pemenuhan alat bukti yang cukup.
“Dengan demikian untuk menyelesaikannya diarahkan melalui cara non-yudisial, mempertimbangkan kepentingan nasional dan semangat kebangsaan yang membutuhkan kebersamaan dalam menghadapi tantangan masa kini dan masa depan,” kata Wiranto.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, akhirnya Wiranto mewakili pemerintah membeberkan sikap politik terkait kejadian G30S.
Pertama, menurut Pemerintah pada rentang tahun sekitar 1965 telah terjadi perbedaan secara idiologi politik yang berujung pada makar sehingga menimbulkan kemunduran dan kerugian besar bagi Indonesia.
Ke-dua, Wiranto menjelaskan bahwa Pemerintah prihatin atas jatuhnya korban dalam peristiwa 1965 dan secara sungguh-sungguh berusaha menyelesaikan dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat itu melalui proses non-yudisial yang seadil-adilnya.
“Ke-tiga, Pemerintah mengajak dan memimpin seluruh bangsa Indonesia dengan mengedepankan ideologi Pancasila untuk sama-sama merajut kerukunan bangsa agar peristiwa itu tak terulang di masa kini dan masa depan,” kata dia.
Dalam upacara hari ini, Presiden Joko Widodo menjadi Inspektur Upacara didampingi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Selain itu, sejumlah menteri Kabinet Kerja juga turut hadir dalam acara, di antaranya adalah Mendagri Tjahjo Kumolo, Menlu Retno L.P. Marsudi, Mensesneg Pratikno, dan Menteri Agama Lukman Hakim.
Selain itu, hadir pula Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala BIN Budi Gunawan, dan Jaksa Agung M. Prasetyo.
Sementara dari jajaran DKI Jakarta, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama hadir didampingi oleh Kapolda Metro Jaya Irjen M. Iriawan dan Pangdam Jaya Mayjen Teddy Lhaksmana.
sumber: cnnindonesia.com