Home / Fokus / KUHAP Baru, Gunadi Handoko: Refleksi Kematangan Sistem Peradilan Pidana & Perlindungan Hak Warga Negara

KUHAP Baru, Gunadi Handoko: Refleksi Kematangan Sistem Peradilan Pidana & Perlindungan Hak Warga Negara

Malang,BeritaAntara.Com-KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) baru, yang akan berlaku pada 2 Januari 2026 mendapat apresiasi dari sejumlah praktisi hukum. Selain memberikan porsi kewenangan yang cukup besar pada Advokat, produk hukum ini merupakan bagian dari refleksi kematangan sistem peradilan pidana.
Hal itu disampaikan Gunadi Handoko SH., MM., M.Hum., Ketua Dewan Kehormatan DPC IKADIN Malang, pada awak media, Rabu (3/12/2025). Menurutnya, perubahan dalam KUHAP baru dipastikan akan membawa implikasi positif, sekaligus tanggungjawab baru bagi profesi Advokat.
Dengan diperkuatnya kewenangan Advokat di dalam KUHAP baru, Menurut Gunadi, merupakan bagian dari refleksi kematangan sistem peradilan pidana di Indonesia. Jika Advokat dianggap sama pentingnya dengan penyidik, penuntut umum dan hakim, maka pemerataan kekuasaan dan keseimbangan proses hukum nantinya bisa tercapai.
“Dengan demikian, perubahan ini bukan hanya semata memudahkan Advokat. Namun, juga memberi tanggungjawab besar untuk menjaga keadilan, hak warga negara, dan integritas hukum,” ujar Ketua DPC Peradi Malang periode 2014-2018 ini.

Di dalam KUHAP baru diatur hak Advokat melakukan pendampingan klien tidak hanya ketika berstatus tersangka. Tetapi, pendampingan bisa dilakukan sejak tahap awal penyidikan, mulai berstatus saksi hingga korban. “Pandangan saya terhadap kewenangan pendampingan sejak awal adalah sebagai bentuk pencegahan pelanggaran hak, seperti intimidasi atau pemeriksaan tanpa penjelasan yang jelas. Dan menjamin kesukarelaan keterangan. Sebab banyak saksi akhirnya berubah menjadi tersangka,” ungkapnya.

Dikatakan Gunadi, dengan pendampingan sejak awal, maka posisi hukum menjadi lebih transparan dan berjalan secara baik. Bahkan, akan mengurangi resiko kesalahan prosedur saat pemeriksaan. “Sebab selama ini sering menemui kasus di mana saksi memberikan keterangan yang merugikan dirinya tanpa disadari. Korban tidak memahami hak-haknya sejak awal, termasuk hak bantuan hukum, hak restitusi, dan perlindungan. Dengan pendampingan sejak awal maka Advokat dapat memberikan penjelasan hukum sebelum pemeriksaan. Keterangan yang diberikan menjadi lebih terarah dan tidak merugikan klien,” tandasnya.
Dosen Luar Biasa Universitas Brawijaya ini juga mengapresiasi adanya Hak Keberatan Advokat, yang tertuang dalam KUHAP baru. Ia mengatakan, pemberian Hak Keberatan merupakan langkah besar untuk mencegah tekanan, intimidasi, atau pemaksaan pada saat pemeriksaan. Dan, pencatatan Hak Keberatan di dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), dinilai akan meningkatkan akuntabilitas proses penyidikan.
“Dulu, keberatan Advokat sering diabaikan dan tidak dicatat dalam BAP. Sekarang, KUHAP baru mewajibkan keberatan tersebut dituangkan secara resmi di dalam BAP. Sehingga Keberatan tercatat sebagai bagian dari berita acara resmi. Tidak bisa dihapus atau tidak dicantumkan secara sepihak. Jika ada pelanggaran hak, maka pencatatan itu bisa dijadikan alat evaluasi, alat bukti, atau alasan pembatalan BAP. Hak Keberatan yang wajib dicatat akan membuat penyidik lebih berhati-hati. Karena setiap tindakan dapat diperiksa ulang, setiap pertanyaan yang mengarahkan dapat dipersoalkan dan setiap dugaan intimidasi dapat tercatat sebagai bukti,” terangnya.

Praktisi hukum ini juga menyambut positif pasal-pasal yang mengatur kewenangan Advokat berkomunikasi maupun mengunjungi klien di setiap waktu. Meskipun klien yang didampingi masih berstatus saksi atau korban, tersangka maupun terdakwa. “Ini dapat mencegah terjadinya intimidasi di jam-jam awal pemeriksaan. Advokat memahami, masa paling rawan penyimpangan adalah saat penangkapan, penahanan awal atau pemeriksaan pertama. Seringkali, tersangka mengalami tekanan psikologis dan belum memahami hak-haknya,” tegasnya.

Gunadi mengungkapkan, dalam menjalankan profesi, Advokat kerap mengalami penolakan atau penundaan saat ingin bertemu klien. Tidak jarang mengalami pembatasan jam kunjungan hingga birokrasi izin yang menghambat pembelaan.
“Hasilnya, klien sering diperiksa terlebih dahulu tanpa Penasihat Hukum. Dengan hak akses pada semua tahap pemeriksaan dan setiap waktu, maka saya harap sudah tidak boleh ada lagi hambatan administratif. Selanjutnya penyidik, Jaksa dan petugas Rutan wajib memfasilitasi akses tersebut,” paparnya.
Begitu juga hak mendapatkan salinan BAP dari penyidik. Ia menilai, pemberian salinan BAP pada saksi maupun tersangka adalah hal yang sangat krusial. Karena, salinan BAP membuat Advokat mendapat akses penuh atas apa yang telah dicatat penyidik. “Dengan akses ini, Advokat dapat menilai apakah pemeriksaan telah berjalan sesuai prosedur hukum. Selanjutnya BAP tersebut untuk persiapan pembelaan secara efektif,” urainya.

Dalam sistem peradilan pidana, lanjut Gunadi, BAP merupakan bagian penting berkas perkara. Apabila Advokat tidak memperoleh BAP secara cepat, pembelaan dapat terganggu. “Seperti kurang waktu untuk menguji legalitas pemeriksaan, mempersiapkan saksi yang meringankan, bantahan atau strategi pembelaan lainnya. Sehingga, hak mendapatkan salinan BAP memungkinkan Advokat menyiapkan pembelaan dengan lebih matang dan profesional,” tukasnya.
Sedangkan, ketika disinggung tentang penegasan kembali Hak Imunitas di dalam KUHAP baru, yang sebelumnya diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Gunadi menyatakan, bahwa Hak Imunitas adalah bentuk perlindungan profesi, bukan kekebalan hukum.

Dari perspektif Advokat, Hak Imunitas bukan berarti Advokat bebas melakukan pelanggaran. Akan tetapi merupakan perlindungan yang melekat sepanjang Advokat menjalankan tugas sesuai kode etik dan berpegang pada UU Advokat. Artinya, Hak Imunitas merupakan perlindungan dari kriminalisasi, bukan pembenaran untuk melakukan perbuatan pidana.
“Dalam praktik KUHAP lama, Advokat sering mengalami intimidasi oleh pihak lawan. Hak Imunitas dalam KUHAP baru memberikan jaminan keamanan bagi Advokat untuk menyampaikan argumentasi hukum secara bebas, perlindungan dari tindakan membungkam Advokat, dan pencegahan agar lawan perkara tidak menggunakan hukum pidana sebagai alat tekanan. Jadi menurut saya, tanpa imunitas, Advokat tidak dapat menjalankan fungsi pembelaan secara maksimal,” tambahnya.

Sehingga, dengan berlakunya KUHAP baru diharapkan dapat membawa angin segar terhadap proses hukum Pidana di Indonesia. Tentunya agar lebih adil, transparan, modern, dan selaras dengan prinsip HAM (Hak Asasi Manusia). “Saya berharap aturan ini bukan hanya menguntungkan profesi Advokat. Tetapi juga memperkuat perlindungan hak warga negara dan meningkatkan kualitas penegakan hukum secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Dan, masyarakat dapat melihat bahwa proses hukum benar-benar melindungi hak-hak warga negara,” pungkasnya.
(Yan/Putra)

wakaf quran

About Redaktur admin

Check Also

Rayakan Pergantian Tahun Di artotetel TS Suites Surabaya dengan Tema ” Semarak Akhir Tahun”

Surabaya,BeritaAntara.Com— Dalam rangka memeriahkan akhir tahun 2025, para tamu dapat menikmati Semarak Akhir Tahun di …

error: Content is protected !!