Jakarta – Menpora Imam Nahraw menyebut klub dan PSSI lebih berperan dalam mengurusi suporter. Dengan begitu kasus kematian pendukung sepakbola diharapkan tak terulang lagi.
“Ini sebenarnya yang berinisiatif adalah PSSI. Yang kedua, urusan suporter itu harusnya masuk di klub. Artinya menjadi satu dalam manajemen dan suporter punya saham sendiri di dalam klub tersebut. Sehingga bisa mengontrol. Jika ada akibat apapun, bisa saling tanggung jawab, tidak seperti sekarang. Ada suporter yang meninggal, ini bukan tanggung jawab kami,” ucap Imam.
Sepakbola Indonesia kembali merenggut nyawa seorang suporter. Beberapa hari lalu seorang suporter Persib Bandung, Muhammad Rovi Arrahman, tewas akibat dikeroyok kelompok suporter lain.
Usulan untuk membentuk organisasi yang mewadahi suporter juga memasukkan suporter dalam manajemen sebenarnya bukan kali ini diucapkan Menpora. Beberapa bulan lalu, Imam juga pernah menuturkan hal senada. Saat itu ia berharap jika suporter mendapat tempat sebagai pemegang saham, maka suporter bisa melaksanakan program pembinaan juga penanganan jika ada insiden atau gesekan dengan kubu lain.
Terkait usulannya yang sempat akan membuat jambore suporter. Imam menyebut Kemenpora juga tengah menunggu agar jambore itu bisa terwujud. Selama ini, kata Imam, menyatukan suporter dari klub satu dengan klub lainnya hanya terjadi pada level elit. Sementara yang diinginkannya adalah jambore itu bisa menyebar sampai seluruh lapisan suporter.
“Kami sedang menunggu juga, apakah mereka mau atau tidak? Karena saya tidak ingin juga jambore suporter hanya pada tingkat elite. Ini sudah dilakukan sejak menteri sebelum saya. Tapi elitenya doang dan tidak ke bawah,” ucap menteri asal Bangkalan, Madura ini.
Ke depan, Imam juga ingin adanya peraturan yang mengatur soal sanksi kepada suporter yang menyebarkan kebencian pada chant-chant yang mereka bawakan saat pertandingan.
“Saya ingin ada kesadaran kolektif. Jadi nanti tidak boleh nanti ada lagi nyanyian suporter yang membawa masalah psikologis kebencian, kemudian pecah belah sampai dendam, rasis. Ini harus ada tindakan tegas. Kalau federasi nggak ada regulasinya, serahkan kepada pemerintah,” imbuhnya.
Imam secara khusus juga menyoroti soal penegakkan hukum. Di mana pun (di dalam maupun di luar stadion), bilamana terjadi pelanggaran hukum, maka polisi harus turun tangan.
“Jangan biarkan ada wasit dipukul pemain. Karena ada aturan atau regulasi. Tapi itu kan tindakan hukum, tindakan kriminal dan polisi yang ambil. Sementara yang begitu-begitu, masih ditoleransi. Itu yang tidak boleh terulang kembali,” ketusnya.
(mcy/din)
sumber: detik.com