Mengevaluasi persoalan pasar cukuplah kompleks namun yang paling menonjol adalah program pemerintah tentang revitalisasi pasar yang telah diagendakan setiap tahun, yakni sekitar 1.000 pasar tradisional dibangun ulang.
Demikian dikatakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jawa Timur Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Didik Supriyanto di Surabaya, Sabtu (11/11/2017).
“Kami dari awal sebenarnya sepakat mendukung revitalisasi tersebut, namun karena implementasi dirasakan di bawah kurang maksimal, kebijakan tersebut dianggap tidak berpihak pada pedagang,” ujar Didik Supriyanto.
Menurutnya, pembangunan pasar tidak ubahnya sebagai proyek pemerintah. Karena pembangunan pasar pada kenyataannya hanya menciderai para pedagang, lantaran pedagang tidak dilibatkan dalam pembangunan.
“Untuk pembangunan pasar harusnya pemerintah melibatkan peran para pedagang, bagaimana penempatannya kembali, berapa luas bangunan, bagaimana retribusinya, serta bentuk bangunan harus sesuai cultur budaya daerahnya masing-masing,” ungkapnya.
Didik katakan, banyaknya pembangunan pasar malah justru sering terjadinya kebakaran pasar. “Kami tidak menuduh oknum-oknum yang membakar pasar, namun ini harus menjadi perhatian pemerintah,” katanya.
Selama ini, pihaknya melihat pedagang hanya dijadikan sebagai sapi perah. Mereka diperas untuk membayar retribusi (PAD) setiap hari, namun tidak dikembalikan ke pengelolaan pasar lagi.
“Bagaimana caranya agar pembangunan pasar tidak terjadi konflik, ya harus ada keterlibatan dari para pedagang,” terangnya.
Lebih lanjut ia katakan bahwa pengelola pasar sebaiknya bukan dari dinas pasar yang hanya mementingkan PAD. Akan lebih baik apabila dikelola dari koperasi pasar, yang melibatkan orang-orang pasar sehingga menguntungkan para pedagang.
Terkait banyaknya ritel modern di Jawa Timur, masih sangat banyak ritel modern (50 persen lebih) yang tidak berijin sebagaimana mestinya.
Dirinya mengaku akan mendorong IKAPPI Jawa Timur untuk melakukan penelitian di Jatim terkait berapa banyak ritel modern yang tidak memiliki ijin sebagaimana mestinya, misalnya ijinnya café tapi digunakan untuk ritel, dan sebaliknya, ijin ritel tapi digunakan café. “Ini jelas menyalahi aturan,” tandasnya.
Ritel modern tentunya meresahkan, karena berdampak bagi pedagang dan pengelola pasar. “Mari kita selamatkan gerakan ayo belanja ke pasar tradisional dan gerakan belanja ke warung tetangga. Ini harus kita suarakan dan kita boomingkan,” imbuhnya.