Malang,BeritaAntara.Com | Seorang anak di Kota Batu, Jawa timur, menjadi korban pelecehan oleh Seorang pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu diduga melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Kasus itu kini telah dilaporkan ke polisi.
Sayangnya kasus yang sudah dilaporkan sejak bulan Desember 2024 lalu ini tidak ada kejelasan atau perkembangannya .
Sedangkan Kasus yang dilaporkan, bukanlah kasus yang seharusnya diabaikan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) Khususnya Polres Batu Lantaran kasus ini merupakan kasus pelecehan dengan korban anak di bawah umur.
Salah satu kuasa hukum korban, Febry Andy Anggono mengatakan terlapor berinisial MF. Sedangkan korban berusia 11 tahun yang selama ini dititipkan di ponpes terlapor.
“Sudah kami laporkan ke Polres Batu dan sedang dalam proses. Kemarin paling baru itu dilakukan pemeriksaan psikiatri kepada korban,” kata Febry kepada detikJatim, Senin (27/1/2025).
Keluarga yang telah mempercayakan anaknya selama 1,5 tahun di pondok tersebut tampak marah. Atas dasar itu, keluarga korban memutuskan untuk melaporkan kasus itu.
“Dari cerita keluarga dan korban, perbuatan itu dilakukan berulangkali setiap korban mandi,” terang Febry.
“Tapi saat visum dari penjelasan dokter ada memar di kelamin, itu penjelasan sekilas, terkait hasil visum belum lihat,” sambungnya
Kuasa hukum korban juga menyebut korban mengalami trauma sering menangis dan berdiam diri, tekanan sikologi takut dengan Orang khususnya yang berjenis kelamin laki-laki.
Peristiwa pelecehan terjadi sekitar kurang lebih 3bulan lalu. Korban yang mondok di pondok Pesantren Hadramaut yang beralamat di Jl. Anjasmoro No.13A, RT.03/RW.07, Punten, Kec. Bumiaji, Kota Batu, Jawa timur, sering sekali di lecehkan oleh pengasuh pondok pesantren tersebut dengan cara Memandikan korban dan meraba alat vital Anak Tersebut, dan menyuruh anak-anak yang di bawah umur itu memegang alat vital Oknum pengasuh pondok pesantren tersebut.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan terkait penegakan hukum terhadap tindak pidana pelecehan anak di bawah umur. UU No. 35 Tahun 2014 mengkategorikan pelecehan seksual terhadap anak sebagai kejahatan serius yang tidak dapat diselesaikan melalui perdamaian. Berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut, pelaku harus tetap diproses hukum meskipun ada pencabutan laporan dari pihak korban.
Diduga ketidak profesional serta kesigapan pihak Polres kota batu dalam penanganan kasus tersebut
Yang seharusnya lebih cepat mengingat kasus tersebut menimpa generasi bangsa di bawah umur
Bertolak belakang dengan pihak polres batu yang menyapaikan bahwa kasus
kekerasan terhadap anak didasarkan pada penilaian bahwa alat bukti yang ada tidak cukup. Pihak kepolisian menyatakan bahwa keputusan ini diambil sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Kembali mengacu kepada
Undang-Undang (UU) tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah UU Nomor 2 Tahun 2002. UU ini mengatur segala hal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga kepolisian.
Kalau memang hal tersebut dianggap belum cukup bukti maka polres batu harus berani mengeluarkan SP3 .
kasus pelecehan seksual di bawah umur sudah jelas dalam UU Pasal 76E UU 35/2014 mengatur ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling banyak Rp5 miliar.
Pasal 23 UU PA mengatur ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00.
Masyarakat saat ini menunggu langkah lebih lanjut dari pihak kepolisian, mengingat pelecehan terhadap anak adalah kejahatan yang memerlukan penanganan serius sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku .
Salah satu pendapat masyarakat menyampaikan kepada awak media .
Ar jumat 14 Pebruari 2025 di batu menyampaikan hal tersebut tidak boleh dibiarkan dan dilakukan langkah restorasi justice ,Maka pihak polres patu harus tegas dalam penegakan supremasi hukum .
Efek yang berimbas akan muncul suatu problematik dan ketakutan para wali santri untuk anak – anaknya menimba ilmu di pondok. Tutup AR
(Team)